Ibukotakabupaten Sorong Selatan
adalah Teminabuan. Sorong Selatan dibagi atas 14 distrik, 2 diantaranya masih
belum terakses lewat jalan darat. Menurut saya pembangunan ekonomi di Sorong
Selatan relatif lambat jika dibandingkan dengan potensi ekonomi yang mereka
punya. Permasalahan pembangunan ini yang harus dipecahkan, agar kedepannya
pembangunan ekonomi Sorong Selatan dapat berjalan dengan maksimal
Permasalahan paling mendasar dari pembangunan di Papua adalah permasalahan
tanah ulayat. Seperti yang kita tahu, di Papua ada 3 pihak yang paling
berpengaruh, yaitu, pemerintah, gereja, dan tetua adat. Kekuatan adat di Sorong
Selatan masih sedemikian kuatnya, hingga melampaui kekuatan hukum formal.
Konflik tanah ulayat acap kali mewarnai pembangunan di Sorong Selatan.
Pembangunan infrastruktur publik pun harus terhadang permasalahan ulayat yang
berlarut-larut.
Dalam rangka pembangunan daerah tertinggal seperti papua, pemerintah pusat
seringkali salah langkah. Logika proyek terlalu sering dipakai dalam
pembangunan Papua. Pemerintah pusat acap kali hanya “menyumbangkan” sesuatu
untuk daerah-daerah Papua, tapi setelah itu ditinggal tanpa edukasi yang jelas.
Logika proyek sudah tidak akan efektif dalam pembangunan Papua, karena pada
akhirnya hanya akan membuat mereka malas untuk berkembang, karena mereka sudah
puas dengan disuapi terus oleh pusat. Logika proyek harus diganti dengan logika
pemberdayaan. Masyarakat Papua tidak bisa hanya diberikan sesuatu, tapi harus
didampingi dan diedukasi untuk menjalankan sesuatu.
Listrik
Kekurangan terbesar dari daerah Teminabuan adalah permasalahan listrik.
Disini listrik hanya mengalir dari pukul 18.00-06.00. Anehnya, listrik justru
mengalir padam malam hari yang notabane nya bukan jam produktif. Sehingga,
ketika jam produktif, masyarakat memakai genset yang biayanya jauh lebih besar,
karena tingginya harga bensin disini. Permasalahan listrik sebenarnya dapat
diselesaikan dengan menginstalasi pembangkit listrik tepat guna dengan memakai
energi alternatif. Ada beberapa alternatif terbaik yang bisa dipakai di
Teminabuan seperti microhydro, PLTG, dan pembangkit listrik tenaga sampah
Microhydro adalah pembangkit listrik yang memakai aliran sungai untuk
memutar turbinnya. Teminabuan merupakan distrik yang dialiri oleh sungai-sungai
yang deras. Potensi aliran sungai ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pembangkit
listrik. Selama ini, PLN hanya mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel
untuk menghidupkan listrik di Teminabuan. Tentunya hal ini sangat membuang
biaya. Oleh sebab itu, penggunaan microhydro kami nilai lebih efisien dan
berpotensi.
`
PLTG
(pembangkit listrik tenaga gas) cukup berpotensi untuk digunakan di Sorong
Selatan. Mengingat jaraknya dekat dengan LNG Tangguh, sehingga tidak akan ada
permasalahan pasokan bahan baku. Selain itu, PLTG cenderung cukup murah,
sekitar Rp.800 juta-Rp.1 miliar untuk pembangkit listrik yang bertenaga 1 MW.
Pembangkit listrik tenaga sampah merupakan opsi yang menarik. Dengan
didirikannya pembamgkit listrik tenaga sampah, dua permasalahan akan
terselesaikan sekaligus, yaitu permasalahan sampah dan listrik. Sorong Selatan
belum mempunyai pengelolaan sampah yang baik, sehingga seringkali sampah
menumpuk diberbagai tempat. Alangkah baiknya apabila sampah tersebut bisa
diolah menjadi listrik. Masalah sampah dan listrik dapat terselesaikan
sekaligus
Ketika pemerintah pusat ingin menyalurkan bantuan microhydro, PLTG, ataupun
pembangkit listrik tenaga sampah, tidak sesederhana sekedar memberikan
barangnya lalu pulang. Karena pada akhirnya tidak akan maksimal. Sudah pernah
ada contoh sebelumnya, dimana pemerintah membagi-bagikan solar cell kepada
warga sorong selatan. Pada akhirnya mereka tidak dapat merawat solar cell
tersebut, bahkan ada yang menjadikannya meja makan. Pemerintah harus memberikan
edukasi terlebih dahulu tentang microhydro kepada masyarakat. Dan edukasi bisa
melalui komunitas-komunitas. Seperti yang tim KKN kami lakukan, sebelum
memasang microhydro, kami melakukan berkali-kali audiensi dengan jamaat gereja.
Sehingga mereka siap membantu untuk memasangkan dan merawat microhydro itu
kedepannya. Harus diingat, bahwa di Papua yang berkuasa secara informal adalah
masyarakat adat dan gereja.
Air
Teminabuan merupakan distrik air, tapi seringkali kekuarangan air. Ironi ini
terjadi karena ketidakmampuan PDAM dalam mendistribusikan air dengan baik.
Ternyata pipa air yang digunakan untuk distribusi air adalah pipa air
peninggalan belanda. Wajar apabila banyak kekacauan dalam distribusi air bersih
di Teminabuan. Seharusnya pemda setempat mampu memperbaiki hal ini, karena air
merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi warga. Selain perbaikan sistem
distribusi air, mungkin pemda setempat perlu menggalakkan penggunaan tangki
penyimpanan air, agar masyarakat memiliki persediaan air disaat kekeringan
terjadi.
Jalan
Buruk, satu kata yang cukup untuk menggambarkan keadaan jalan di Teminabuan.
Jalan antar distrik masih banyak yang berlubang ataupun belum diaspal. Hal ini
akan menghambat distribusi barang dan jasa antar distrik. Menurut pengakuan
pemda setempat, terhambatnya pembangunan jalan diakibatkan mahalnya biaya. Mereka
bilang untuk membuat suatu jalan yang tidak terlalu panjang saja membutuhkan
dana Rp.2 miliar. Wajar, mengingat mahalnya harga bahan baku disana, seperti
semen yang bisa seharga Rp.78.000/sak.
Kesehatan
Pelayanan kesehatan di Teminabuan belum begitu maksimal. Bahkan hingga saat
ini, mereka belum memiliki rumah sakit. Rumah sakit masih dalam tahap
penyelesaian. Praktis, keberadaan rumah sakit akhirnya digantikan oleh
puskesmas. Tapi keberadaan dokter pun masih belum cukup maksimal, puskesmas
masih bergantung pada kedatangan dokter PTT. Ada dua solusi untuk memperbaiki
kondisi kesehatan masyarakat didaerah terpencil seperti terminabuan. Pertama,
kembali mewajibkan PTT bagi dokter umum. Sistem PTT sebenarnya efisien untuk
memeratakan pelayanan kesehatan keseluruh indonesia. Tapi dengan tidak
diwajibkannya PTT dan dicabut hak kepegawaian bagi dokter yang PTT, maka
semakin jarang dokter yang berangkat kedaerah terpencil untuk PTT. Oleh sebab
itu, PTT harus diwajibkan kembali oleh pemerintah, disisi lain, pemerintah siap
memberikan insentif seimbang bagi para dokter PTT tersebut.
Solusi kedua adalah mempergunakan tenaga bantu suster. Cukup mengejutkan,
ternyata banyak anak-anak SMP dan SMA Teminabuan bercita-cita sebagai suster.
Suatu niat yang mulia. Oleh sebab itu, mereka perlu disokong dengan mendirikan
sekolah suster yang berkualitas. Potensi suster ini harus dimaksimalkan. Mereka
bisa langsung diterjunkan kedaerah pedalaman untuk mengobati penyakit-penyakit
ringan, atau memberikan petolongan pertama. Dengan begitu, suster bisa ujung
tombak dalam pelayanan kesehatan didaerah terpencil.
Pendidikan
Pendidikan Teminabuan kurang begitu bagus. Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya tenaga guru diteminabuan. Banyak guru yang masih tinggal di Kabupaten
Sorong, padahal waktu tempuh Sorong-Teminabuan adalah 6 jam jalan darat.
Seringkali jam pelajaran kosong, sehingga para siswa berhamburan keluar kelas
dengan seenaknya.
Solusi dari permasalahan pendidikan tidak serta merta menambah jumlah
anggaran. Karena pada dasarnya, pendidikan adalah interaksi antara guru-murid.
Kualitas guru merupakan point penentu disini. Minimnya tenaga guru menjadi
permasalahan akut disini. Oleh sebab itu, penulis mengusulkan diadakannya
kerjasama antara sekolah dengan bimbel (bimbingan belajar) seperti Primagama.
Sebagai bimbel, primagama tergolong sukses. Bahkan Primagama memiliki cabang
di kabupaten Sorong. Primagama bisa mengundang guru-guru (rata-rata fresh
graduate dari kampus ternama) untuk mengajar di Sorong. Kenapa pemda tidak
bisa. Kerjasama antara Primagama dan sekolah bisa meliputi upgrading kualitas
guru, ataupun penyediaan tenaga pengajar. Pihak sekolah bisa melakukan jalinan
kerjasama dengan Primagama untuk mengkontrak tenaga pengajar primagama untuk
dipakai mengajar di Teminabuan.
Pada beberapa SMP dan SMA mereka sebenarnya memiliki fasilitas, tapi tidak
mampu menggunakan. Mereka memiliki lab komputer, tapi tidak dapat
mengoperasikan. Hal ini karena logika dari pemerintah pusat hanya MEMBERIKAN
bantuan lalu meninggalkan, bukan melakukan edukasi. Pada akhirnya, akan sama
seperti bantuan solar cell dari pemerintah pusat, berakhir menjadi
meja makan. Fasilitas yang ada, seharusnya dapat dimaksimalkan dengan baik.
Jika kedepannya pemerintah pusat ingin memberikan bantuan ke Papua, jangan
selesai dengan menaruh bantuannya saja, tapi lakukan edukasi terlebih dahulu.
Arsitektur dan tata kota
Tata kota di Sorong Selatan masih setingkat diatas nomaden. Pemukiman masih
sangat acak, dan belum memiliki suatu design tata kota yang teratur. Sehingga
wajar jika masalah sampah dan sanitasi masih belum terjamin. Untuk permasalahan
sampah, hingga saat ini Sorong Selatan belum memiliki TPA(tempat pembuangan
akhir). Sepanjang jalan kita bisa melihat orang membuang sampah dengan
sembarangan. Kendala terbesar dari pemda untuk membuat TPA ternyata hanya
masalah amdal. Pemda belum mampu(ingin) melakukan analisis amdal untuk TPA
Untuk pembangunan rumah, tersedia bahan baku yang mencukupi. Potensi tanah
gamping disini sangat besar. Membangun rumah dari bata gamping akan sangat
menghemat biaya. Sangat disayangkan, disini kami belum menemui pabrik pembuatan
gamping. Jika ada pabrik pembuatan gamping, maka pembangunan rumah akan jauh
lebih hemat.
Pertanian
Sorong Selatan memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan sektor
pertaniannya. Salah satu distrik yang memiliki potensi pertanian yang besar
adalah distrik moswaren. Tanah yang subur merupakan kelebihan distrik ini
dibandingkan distrik-distrik yang lain. Selain itu, di Moswaren juga terdapat
banyak aliran sungai, yang cukup untuk mengaliri sawah dan kebun. Moswaren juga
sudah memiliki gapoktan dan KUD.
Ada 2 hal yang bisa dipakai untuk mengakselerasi perkembangan pertanian
Moswaren. Pertama pengembangan pupuk kompos. Kedua pembangunan pasar induk.
Saat ini, petani Moswaren masih sangat bergantung dengan pupuk urea, yang harus
mereka beli dengan harga mahal. Penggunaan urea ini sebenarnya bisa digantikan
dengan kompos. Moswaren memiliki bahan baku yang cukup untuk mengembangkan
kompos. Mereka mempunyai hewan ternak, yang kotorannya bisa dipakai sebagai
bahan baku kompos. Dengan dipakainya kompos, maka biaya produksi pertanian
mereka bisa jauh menurun
Sangat disayangkan, daerah sesubur Moswaren tidak memiliki pasar tersendiri.
Karena pada akhirnya, tiap-tiap petani harus membawa hasil panennya sendiri ke
Teminabuan yang waktu tempuhnya 1,5 jam. Jika pemerintah bisa membangun pasar
induk, petani bisa menjual hasil buminya disana. Lalu dari pasar induk tersebut,
hasil bumi didistribusikan keseluruh wilayah Sorong Selatan.
Kehutanan
Permasalahan tanah ulayat marak terjadi di Papua. salah satu efek
terbesarnya adalah kearah sector kehutanan di papua. Pemda papua tidak memiliki
power yang cukup untuk melakukan pengaturan hutan di Papua karena terganjal hak
ulayat. Sering terjadinya illegal logging disekitar tanah ulayat sudah
seharusnya menjadi perhatian pemerintah, karena masyarakat adat hanya melakukan
penebangan tanpa konservasi. Hal ini tentunya tidak baik untuk perkembangan
sector kehutanan dan lingkungan di Papua kedepannya. Ada 2 solusi yang bisa
dipakai untuk menyelesaikan permasalahan ini. Pertama community logging, kedua
agroforesty.
Community logging adalah pengelolaan hutan berbasis komunitas adat. Seperti
yang sudah dibahas diatas, kepemilikan masyarakat adat sedemikian kuatnya. Hal
ini memerlukan cara ekstra dari pemerintah untuk lebih bisa membaur dengan
masyarakat adat dan melakukan perubahan sedikit demi sedikit. Sistem community
logging menempatkan posisi pemerintah lebih diametral dengan masyarakat adat,
dimana pemerintah lebih memposisikan sebagai penasihat dalam hal logging.
Pemerintah tidak bisa mencegah masyarakat adat untuk melakukan illegal logging
ditanah ulayat mereka, tapi pemerintah bisa memberikan pengarahan kepada
masyarakat adat terkait penebangan dan konservasi. Sehingga, penebangan hutan
dapat berjalan lebih teratur dan bertanggung jawab. Sistem community logging
ini juga dapat meredakan konflik ditanah ulayat. Karena, hasil dari penebangan
pohon akan dibagikan secara merata kepada para pemegang hak tanah ulayat.
Agroforesty adalah proses penanaman hasil pertanian didaerah yang baru saja
dilakukan penebangan. Penanaman dilakukan agar daerah yang baru saja ditebang
tidak kehilangan produktifitasnya. Dengan ditanamakan produk pertanian, maka
pemilik lahan akan mendapat sumber pemasukan yang baru. Cara ini tidak
mematikan konservasi hutan. Karena, disela-sela pengembangan tanaman pertanian,
pohon-pohon tetap ditanamkan, dengan jarak tertentu. Sehingga, dari sisi
ekologis tetap terjaga, dan dari sisi produktifitas lahan tetap terjaga.
Politik
Saat ini, di Papua, sedang marak terjadi pemekaran daerah. Setiap daerah
mencoba melakukan pemekaran dengan berbagai alasan dan cara. April 2009 kemarin,
distrik Meibrat memisahkan diri dari kabupaten Sorong Selatan, dan menjadi
kabupaten baru. Ironisnya, hingga saat ini, kabupaten baru tersebut belum
memiliki struktur pemerintahan yang jelas.
Pemekaran tidak boleh dilakukan dengan terburu-buru. Faktor SDM harus
menjadi perhatian utama, sebelum dilakukannya pemekaran. Untuk ukuran kabupaten
yang sudah berusia 6 tahun, mereka masih belum memiliki SDM yang mumpuni dalam
menjalankan pemerintahan. Hal ini terlihat dari rendahnya etos kerja dan
kompetensi mereka. Masih banyak dinas yang memiliki kepala bidang yang tidak
sesuai kompetensinya. Oleh sebab itu, pemekaran tidak bisa dilakukan
sembarangan, mengingat SDM belum mumpuni
Permasalahan SDM aparatur pemerintah merupakan suatu permasalahan tersendiri
yang cukup akut. Kinerja mereka secara keseluruhan sangat jauh dari harapan.
Hanya sedikit yang sudah memiliki kompetensi yang baik. Dinas-dinas
disini terbiasa kerja hanya antara hari senin-kamis. Hari jumat jarang ada
masuk kerja, ataupun jika masuk hanyak setengah hati. Karena mereka anggap hari
jumat merupakan hari berlibur ke Sorong. Banyak dari pegawai yang sudah pergi
berlibur, atau pulang menemui keluarganya di Sorong.
Optimalisasi penggunaan dana perimbangan pun jadi pertanyaan. Alih-alih
untuk membantu daerah berkembang, dana perimbangan justru membuat daerah
menjadi ketergantungan. Seharusnya, dana perimbangan dapat mengakselerasi
pertumbahan fisik dan non-fisik setiap daerah. Tapi nyatanya, dana perimbangan
daerah hanya dipakai untuk menjalankan proyek setengah hati dari pemda. Sudah
saatnya, pemerintah pusat untuk turun langsung mengawasi penggunaan dana
perimbangan daerah. Apabila daerah bersangkutan tidak bisa mengoptimalkan,
lebih baik untuk tahun kedepannya jumlahnya dikurangi.
Ekonomi
Pada dasarnya, Sorong Selatan memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.
Mereka memiliki gas alam, batubara, emas, kayu, lahan yang subur, ikan yang
melimpah, dan banyak lagi. Sangat disayangkan, potensi ini menguap seiring
ketidakmampuan pemerintah dan warga Sorong Selatan memaksimalkan potensi daerah
mereka. Jika dilihat dari sudut pandang antropologi nya, warga Sorong Selatan
menjadi malas memaksimalkan potensi daerah mereka karena mereka tidur diatas
tumpukan emas. Makanan merekam melimpah, hasil bumi melimpah, sehingga mereka
terlena akan hal tersebut. Pembangunan ekonomi bisa dilakukan apabila sudah ada
keinginan kuat dari masyarakat untuk mengembangkan potensi daerah mereka
sendiri. Berikut, akan penulis paparkan beberapa poin-poin yang berpengaruh
dalam pembangunan ekonomi di Sorong Selatan
Pasar
Pasar merupakan hal yang sangat esensi dalam pembangunan ekonomi. Seperti
yang kita tahu, pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli,
dan itu bisa terjadi tanpa perlu ada formalisasi tempat. Orang Papua, terbiasa
menjual barang dagangannya denga menggelar seadanya ditanah. Menurut mereka,
hasil bumi harus dijual dibumi pula. Banyak kita temui warga asli Papua
berjualan dipinggir jalan, hanya bermodalkan terpal untuk menaruh dagangan
mereka. Wajar apabila kita jarang menemui penduduka asli Papua berjualan di
kios.
Ibukota Sorong Selatan, Teminabuan, memiliki satu pasar utama, yang disebut
pasar Ampera. Pasar ini dikuasai oleh orang-orang bugis. Secara fisik, tidak
ada yang bermasalah dipasar ini. Yang paling bermasalah justru dalam
pembentukan harga, Pembentukan harga disini sangatlah brutal. Jika selama ini
kita berpikir bahwa mahalnya harga karena distribusinya sulit, ternyata hal
tersebut kurang tepat. Padagang-pedagang di Sorong Selatan seringkali mengambil
margin keuntungan yang terlalu tinggi, bahkan cenderung sembarangan dalam
menentukan harga. Bayangkan, harga minuman soda kaleng dan teh kotak dipukul
rata, seharga Rp.6000,-. Pemerintah Sorong Selatan sama sekali tidak bisa
mengintervensi pembentukan harga disini. Pada akhirnya pemerintah hanya bisa
memastikan bahwa pasokan barang tetap terjamin.
Daerah-daerah distrik terpencil pun hingga saat ini banyak yang belum
memiliki pasar. Sebagai contohnya, ditrik Moswaren. Moswaren merupakan sentra
pertanian di Sorong Selatan. Distrik ini pemasok beras, sagu, sayur-sayuran dan
buah-buahan untuk seluruh Sorong Selatan. Sudah sepatutnya bagi sebuah sentra
bahan pokok memiliki pasar. Ironisnya, mereka justru tidak memiliki pasar. Para
petani tersebut biasa menjual hasil buminya di pasar Ampera Sorong, yang
berarti mereka harus menempuh perjalanan 1,5 jam terlebih dahulu. Alangkah
baiknya, jika pemerintah mulai membangun sebuah pasar induk disini,
memfasilitasi dengan truk pengangkut. Sehingga hasil pertanian moswaren dapat
didistribusikan dengan efisien keseluruh Sorong Selatan.
Koperasi
Sorong Selatan memiliki 115 koperasi, yang tersebar di 14 distrik. Mayoritas
koperasi tersebut merupakan koperasi konsumsi atau mereka menyebutnya koperasi
dagang. Menurut pengakuan kepala bagian koperasi desperindagkop, dari 115
koperasi yang terdaftar, sebagian besar hanya papan nama saja, tapi usaha nya
tidak berjalan. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang mendirikan
koperasi agar mendapat subsidi dari pemerintah. Sehingga, ada pihak-pihak yang
membawa kabur dana subsidi pemerintah tersebut setelah mendapatkannya.
Permasalahan ini merambat hingga banyak koperasi yang tidak memenuhi
kelengkapannya sebagai koperasi, seperti tidak memiliki struktur koperasi yang
jelas, pembagian SHU, simpanan wajib, simpanan pokok, dan lainnya. Banyak
masyarakat yang mengklaim usaha pribadinya sebagai koperasi, sehingga mereka
mendapat dana bantuan pemerintah.
Salah satu permasalahan koperasi yang banyak dikeluhkan oleh para pembina
koperasi adalah mahalnya biaya pemasaran, produksi, dan kecilnya daya beli.
Permasalahan ini yang membuat mereka pesimis dengan perkembangan koperasi.
Salah satu pembina dari daerah moswaren mengatakan bahwa biaya pemasaran disana
sangatlah mahal, karena daerahnya cukup terpencil. Pendapat-pendapat tersebut
merupakan kesalahan mendasar dalam logika pembentukan koperasi. Para pembina
koperasi salah membedakan antara koperasi dengan UKM. Koperasi diposisikan
seperti UKM pada umumnya, sehingga menghadapi permasalahan-permasalahan
tersebut. Harus ada perubahan paradigma disini. Koperasi dibentuk untuk
menyelesaikan permasalahan, bukan menambah masalah. Ketika ada permasalahan
biaya produksi, maka para UKM membentuk koperasi untuk mengurangi biaya
produksi mereka. Ketika ada permasalahan biaya pemasaran, maka para UKM yang
ada bisa membentuk koperasi untuk melakukan pemasaran secara bersama. Logika
mendasar seperti ini yang kurang tertanam pada pembina koperasi di Sorong
Selatan.
Pada hakikatnya, koperasi adalah bentuk kerjasama masyarakat dalam
menyelesaikan tantangan ekonomi yang ada. Koperasi mengandung nilai-nilai
kerjasama dan kekeluargaan dalam penjalanannya. Karena itulah, koperasi
ditempat sebagai soko guru ekonomi bangsa. Koperasi merupakan sarana ampuh
untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelas bawah. Dengan koperasi,
masyarakat kelas bawah dapat bekerjasama, menyatukan kekuatan untuk mengahadapi
persaingan ditingkat yang lebih tinggi.
0 Comments
silahkan memberikan komentarnya